MAKALAH
Tentang
“MASALAH NIAT”
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Hadits Tarbawi

DISUSUN OLEH :
NAMA : KHAIRUNNISA
PRODI /
KELAS :
PAI / F
SEMESTER : IV (EMPAT)
DOSEN
PENGAMPU : H. M EFENDI, Lc
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
TAHUN 2014
KATA
PENGANTAR
Dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT,
atas limpahan rahmat,taufik serta hidayah-Nya kami dapat menyusun dan
menyelesaikan Makalah bidang diklat Hadits Tarbawi dengan judul “Masalah Niat”
dengan baik dan lancar.
Makalah ini ditulis dan disusun sedemikian rupa sehingga para
pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan Masalah Niat.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya kami ucapkan kepada dosen
mata kuliah Hadits Tarbawi bapak H. M.
Efendi, Lc dan semua pihak yang telah sudi membantu (baik
materi maupun pikiran) dalam penyusunan makalah ini. Walaupun penyusunan
makalah ini diusahakan secara maksimal namun adanya kekurangan tetap tidak
dapat dihindarkan. Untuk itu penulis mengharapkan saran yang dapat dijadikan
acuan untuk perbaikan makalah ini dari pembaca yang budiman.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana
mestinya.
Tembilahan, Februari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Hlm
KATA PENGANTAR................................... i
DAFTAR ISI....................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................ 1
B.
Pemasalahan............................... 1
C.
Tujuan.................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Materi Hadits Arbain An-Nawawi 1 :
Niat dan Ikhlas 3
B.
Asbab Al-wurud Hadits Tentang Niat........ 6
C.
Hikmah Yang Terkandung Dalam Masalah Niat. 7
D.
Arti Dan Makna Niat Dalam Setiap Pekerjaan (Amal) 8
E.
Mengaitkan Hadits Tersebut Dengan
Keadaan Sekarang 9
BAB III. PENUTUP
A.
Kesimpulan................................ 11
B.
Saran..................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk Tuhan
adalah makhluk pribadi dan makhluk sosial, susila dan religi. Sifat kodrati
manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila dan religi harus dikembangkan
secara seimbang, selaras dan serasi. Perlu disadari, bahwa manusia hanya
mempunyai arti hidup secara layak jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada
manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat
menyelenggarakan hidupnya dengan baik.
Salah satu permasalahan yang
tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan. Dalam Al-Qur’an
sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting.
Jika Al-Qur’an dan Hadits dikaji lebih mendalam, maka kita akan menemukan
beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi
untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu dan semua itu
bermula dari masalah niat.
B.
Permasalahan
Adapun permasalahan yang menjadi dasar penulisan makalah ini adalah:
1.
Bagaimana penjelasan masalah niat di dalam Hadits Arbain Annawawi?
2.
Apa Asbab Al-wurud dan hikmahnya?
3.
Bagaimana kaitan hadits tersebut dengan
keadaan sekarang?
C.
Tujuan
Adapun tujuan yang menjadi
dasar penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat Memahami penjelasan masalah niat di
dalam hadits Arbain Annawawi, memahami Asbab Al-wurud serta hikmahnya, dan kaitan hadits
tersebut dengan keadaan sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Materi Hadits Arbain An-Nawawi 1 : Niat dan
Ikhlas
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله
عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ
امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ
فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا
يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
.
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن
المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري
في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al
Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan]) tergantung niatnyA). Dan
sesungguhnya setiap orang
(akan dibalas)berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya
karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada
(keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang
dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan
bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Hadis Riwayat dua imam hadits, Abu
Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al
Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An
Naishaburi dan kedua kita Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih
yang pernah dikarang) [1]
Ø
Kosa Kata / مفردات :
اْلأَعْمَالُ : Perbuatan
لنِّيَّات : Niat/maksud
إِنَّمَا : Sesungguhnya.(kata
penguat/ta’qid dan peringkas/taqshir
امْرِئٍ : Seseorang, manusia
يُصِيْبُ : Mendapatkan/mencapai
امرأة : Seorang wanita
Ø Catatan Hadits Arbain
1 : Niat dan Ikhlas
·
Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang
menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berkata: Dalam hadits
tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba
terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan
salah satu bagian dari ketiga unsur tersebut. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i
bahwa dia berkata," Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh.
Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata," Hadits ini merupakan sepertiga
Islam.
·
Sebab dituturkannya hadits ini, yaitu: ada seseorang yang
hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita
yang konon bernama: “Ummu Qais” bukan untuk meraih pahala berhijrah. Maka orang
itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah
karena Ummu Qais).
Ø Kandungan Hadits
Arbain 1 : Niat dan Ikhlas
1. Niat
merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah
tidak akan menghasilkankan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah
ta’ala).
2. Waktu
pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
3. Ikhlas dan
membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal
shaleh dan ibadah.
4. Seorang
mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
5. Semua
perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari
keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
6. Yang
membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
7. Hadits di
atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan
pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah
membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
Rasulullah SAW mengeluarkan hadis diatas
(asbab al-wurud)-nya adalah untuk menjawab pertanyaan salah seorang sahabat
berkenaan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW. Dari mekkah ke madinah,
yang diikuti oleh sebagian besar sahabat. Dalam hijrah itu ada salah seorang laki-laki
yang turut serta berhijrah. Akan tetapi, niatnya bukan untuk kepentingan
perjuangan islam melainkan hendak
menikah dengan seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Wanita itu rupanya
telah bertekad akan turut hijrah, sedangkan laki-laki tersebut pada mulanya
memilih tinggal di Mekkah. Ummu Qais hanya bersedia dikawini ditempat tujuan
hijrahnya Rasulullah SAW. yakni Madinah, sehingga laki-laki itupun ikut hijrah
ke Madinah.
Ketika peristiwa itu ditanyakan kepada
Rasulullah SAW, apakah hijrah dengan motif itu diterima (maqbul) atau tidak,
Rasullah SAW menjawab secara umum seperti disebutkan pada hadis diatas.[2]
Dalam hadis ini Rasulullah SAW menegaskan
secara khusus, bahwa tiap-tiap perbuatan bergantung kepada dorongan hati
(kesengajaan) pelakunya. Kemudian beliau mengambil contoh berupa perbuatan
(amal) hijrah.
Hijrah para sahabat dan Nabi SAW dari
Mekkah ke Madinah adalah atas perintah Allah. Melakukan perintah Allah adalah
ibadah. Tetapi kalau di dalam melakukan perintah Allah itu maksudnya atau kesengajaannya
untuk mendapatkan keuntungan dunia atau materi, seperti istri, harta, pangkat,
kemasyuran, pujian dan lain-lain, maka perbuatan tersebut tidak akan mendapat
pahala dari Allah. Bahkan ia akan mendapatkan dosa, sebab Allah menyatakan
bahwa tiap-tiap orang dalam melekukan perintahnya harus bersikap ikhlas, bersih
dari pamrih keduniaan.[3]
C. Hikmah Yang
Terkandung Dalam Masalah Niat
Niat
merupakan unsur yang sangat menentukan dalam keabsahan suatu amal ibadah dan
menentukan keabsahan suatu ibadah dan beberapa jenis muamalah. Menurut
istilahnya ialah kehendak hati untuk melakukan perbuatan tertentu untuk mencari
keridhaan Allah dan meleksanakan hukumnya. Yang dikatakan niat menurut para
fuqaha ialah sesuatu kehendak untuk melaksanakan sesuatu perbuatan berbarengan
dengan pelaksanaannya.
Yusuf
Qardhawy menjelaskan dalam buku “Niat dan Ikhlas”, bahwa niat itu merupakan
amal hati secara murni, bukan amal lidah, maka dari itu tidak pernan dikenal
dari Rasulullah, dari sahabat dan orang-orang salaf yang mengikuti mereka
tentang adanya niat dalam ibadah yang dilafadzkan.[4]
Disepakati
bahwa tempat niat adalah dalam hati dan dilakukan pada permulaan melakukan
perbuatan untuk tujuan amal kebajikan. Niat berperan penting dalam ajaran
islam, khususnya perbuatan yang berdasarkan perintah syara, atau menurut
sebagian ulama,dalam perbuatan yang mengandung harapan untuk mendapatkan pahala
dari Allah. Niat akan menentukan nilai, kualitas serta hasilnya, yakni pahala
yang akan diperolehnya.
Orang yang
berhijrah dengan niat ingin mendapat keuntungan dunia atau ingin mengawini
seorang wanita, ia tidak akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Sebaliknya
kalau orang hijrah karena ingin mendapat ridha Allah maka ia akan
mendapatkannya, bahkan keuntungan dunia pun akan diraihnya.
Agama
islam mensyariatkan niat ada dua hikmah yang terkandung didalamnya:
1. Untuk membedakan perbuatan-perbuatan
yang semata-mata berdasarkan kebiasaan dengan perbuatan-perbuatan ibadah.
2. Untuk membedakan martabat, nilai
ibadah dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
D. Arti Dan Makna Niat Dalam Setiap Pekerjaan (Amal)
Niat atau
niyyat, seperti yang dikutip dalam bukunya teungku hasbi as shidieqy (mutiara
hadis 1), menurut bahasa adalah tujuan hati dan kehendak hati. Menurut syara
ialah bergeraknya hati kearah sesuatu pekerjaan untuk mencapai keridhaan allah
dan untuk menyatakan tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.
Al
baidhawy bwrkata: niat itu ialah bergeraknya hati untuk mengerjakan sesuatu yang
dipandang baik, untuk sesuatu maksud, baik untuk menarik sesuatu manfaat
ataupun untuk menolak sesuatu mudharat, dalam waktu yang cepat atau dalam waktu
yan akan datang. Syara menentukan niat dengan iradat (kehendak hati) yang
mengarah kepada pekerjaan untuk mencari keridhaan Allah dan untuk menuruti
perintahnya.
Kebanyakan
ulama mutaakhirin Syafi’iyah mengartikan niat syar’iyah (niat yang dipandang
syara) dengan “menghendaki sesuatu, bersamaan dengan mengerjakannya”.[5]
Pengertian
niat dalam ensiklopedi hukum islam secara semantis berarti maksud, keinginan
kehendak, cita-cita, tekad dan menyengaja. Secara terminologis ulama fiqh
mendifinisikan dengan “tekad hati untuk melakukan sesuatu perbuatan ibadah
dalam rangka mendekatkan diri semata-mata kepada Allah.[6]
E. Mengaitkan Hadits
Tersebut Dengan Keadaan Sekarang
Menurut
pendapat kebanyakan ulama pensyarah hadis, hadis ini member pengertian \bahwasanya niat itu,
adalah syarat syah segala amal yang dimasud (maqashid). Dan mereka
berselisih paham tentang mensyaratkan niat dalam urusan 9wasa-il. (yang
menjadi jalan bagi muqashid atau orang yang bermaksud).
Al-Ghazaly
menetapkan, bahwasanya niat pada sesuatu amalan, adalah syarat syahnya amal,
niat yang diartikan menurut makna bahasa (qashad dan iradat).
Menurut
Ash-shidieqy hadis tersebut memberi suatu pengertian yang tegas yaitu, segala
amal bedasarkan motivasi dari seesorang, kalau motivasi karena Allah, maka
dipahalai. Kalau penggeraknya bukan karena Allah tidak dipahalai dan mungkin
diganjari dengan dosa.
Lebih
lanjut ash-Shidieqy menjelaskan bahwa niat adalah ruh dan amal neracanya.
Sesungguhnya tidaklah terjadi sesuatu amal ikhtisyari yang diqashadkan
(yang disengajakan) melainkan dengan adanya niat. Maka yang diperoleh oleh
seorang amil dari amalannya adalah apa yang mendorongnya untuk beramal, bukan
lahiriah amalan.
Lafal niat
dalam bahasa Arab digunakan untuk
·
Pertama, mebedakan antara suatu amal dengan amal yang lain,
antara sesuatu ibadah dengan ibadah yang lain,
·
Kedua, membedakan antara niat seseorang dengan niat seseorang yang
lain.
Al-imam
Ibnu Katsir brkata, bahwa hadis nabi saw
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“sesungguhnya
segala amal itu dengan niat”
Yang memberi pengertian bahwa amal
yang dipandang disisi Allah, hanyalah amal yang disertai niat, adalah karena
tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari Allah, baik dibumi maupun dilangit. Dan
bukanlah kenyataan (rupa) amal yang berharga di sisi-Nya. Allah menghargai amal
seseorang menurut niat yang menggerakannya.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat
disimpulkan bahwa Niat
dalam khazanah ilmu fiqh adalah disebut pemicu ruh dan inti ibadah. Niat
menjadi tolak ukur diterima tidaknya ibadah seorang hamba. Dalam islam, semua
kerja (amal) memiliki nilai dan akan dicatat sebagai ibadah dihadapan Allah.
Niat itu
ialah bergeraknya hati untuk engerjakan ssuaatu yang dipandang baik, untuk
sesuattu maksud, baik untuk menarik sesuatu manfaat ataupun untuk menolak
sesuatu mudharat, dalam waktu yang cepat atau dalam waktu yan akan datang.
Syara menentukan niat dengan iradat (kehendak hati) yang mengarah kepada
pekerjaan untuk mencari keridhaan Allah dan untuk menuruti perintahnya.
Disepakati
bahwa tempat niat adalah dalam hati dan dilakukan pada permulaan melakukan
perbuatan untuk tujuan amal kebajikan. Niat berperan penting dalam ajaran
islam, khususnya perbuatan yang berdasarkan perintah syara, atau menurut
sebagian ulama,dalam perbuatan yang mengandung harapan untuk mendapatkan pahala
dari Allah. Niat akan menentukan nilai, kualitas serta hasilnya, yakni pahala
yang akan diperolehnya.
B.
Saran
Demikianlah tugas penyusunan
makalah ini kami persembahkan. Harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat dipahami oleh para pembaca tentang Masalah Niat. Kritik dan saran
sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dosen yang telah
membimbing kami dan para mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan
dalam penyusunan makalah ini, kami minta maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kuraedah,
St. Hadis Tarbawi. 2008. Kendari: Istana Profesional.
Muhammad,
Teungku Hasbi Ash Shiddieqy. 2002. Mutiara Hadis 1. Semarang: Pustaka
RIzky Putra.
Nawawi,
Imam. 1992. Hadits Arbain Annawawiah. Bandung: Husaini bandung. (penerjemah
Idrus Al-Kaft)
Syafe’I,
Rachnat. 2000. Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Thalib,
M. Butir-Butir Pendidikan Dalam Hadis. Surabaya: Al-Ikhlas.