Senin, 22 Desember 2014

HADITS TARBAWI



MAKALAH
    Tentang

“MASALAH NIAT”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Tarbawi











DISUSUN OLEH :

NAMA           : KHAIRUNNISA     
PRODI / KELAS   : PAI / F
SEMESTER       : IV (EMPAT)
DOSEN PENGAMPU : H. M EFENDI, Lc



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN

TAHUN 2014
KATA PENGANTAR

    Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat,taufik serta hidayah-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah bidang diklat Hadits Tarbawi dengan judul “Masalah Niat” dengan baik dan lancar.
     Makalah ini ditulis dan disusun sedemikian rupa sehingga para pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Masalah Niat.
     Terima kasih yang sedalam-dalamnya kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Hadits Tarbawi bapak H. M. Efendi, Lc dan semua pihak yang telah sudi membantu (baik materi maupun pikiran) dalam penyusunan makalah ini. Walaupun penyusunan makalah ini diusahakan secara maksimal namun adanya kekurangan tetap tidak dapat dihindarkan. Untuk itu penulis mengharapkan saran yang dapat dijadikan acuan untuk perbaikan makalah ini dari pembaca yang budiman.
     Dan harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

                             Tembilahan,   Februari 2014


                                      Penyusun






DAFTAR ISI

                                       
                                        Hlm
KATA PENGANTAR...................................    i
DAFTAR ISI.......................................   ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................    1
B. Pemasalahan...............................    1
C. Tujuan....................................    2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Materi  Hadits Arbain An-Nawawi 1 : Niat dan Ikhlas         3
B. Asbab Al-wurud Hadits Tentang Niat........    6
C. Hikmah Yang Terkandung Dalam Masalah Niat.    7
D. Arti  Dan Makna Niat Dalam  Setiap Pekerjaan (Amal)         8
E. Mengaitkan  Hadits Tersebut  Dengan  Keadaan Sekarang       9
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan................................   11
B. Saran.....................................   12
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi dan makhluk sosial, susila dan religi. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila dan religi harus dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi. Perlu disadari, bahwa manusia hanya mempunyai arti hidup secara layak jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik.
Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan. Dalam Al-Qur’an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting. Jika Al-Qur’an dan Hadits dikaji lebih mendalam, maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu dan semua itu bermula dari masalah niat.


B.   Permasalahan

Adapun permasalahan yang menjadi dasar penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana penjelasan masalah niat di dalam Hadits Arbain Annawawi?
2. Apa Asbab Al-wurud dan hikmahnya?
3. Bagaimana kaitan hadits tersebut dengan keadaan sekarang?

 
C.   Tujuan

Adapun tujuan yang menjadi dasar penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa  dapat Memahami penjelasan masalah niat di dalam hadits Arbain Annawawi, memahami Asbab Al-wurud serta hikmahnya, dan kaitan hadits tersebut dengan keadaan sekarang.
 














BAB II
PEMBAHASAN

A.   Materi Hadits Arbain An-Nawawi 1 : Niat dan Ikhlas
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]

Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah  bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan]) tergantung niatnyA).  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas)berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Hadis Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kita Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) [1]

Ø   Kosa Kata / مفردات :

اْلأَعْمَالُ      : Perbuatan
لنِّيَّات        : Niat/maksud
إِنَّمَا          : Sesungguhnya.(kata penguat/ta’qid dan peringkas/taqshir
امْرِئٍ         : Seseorang, manusia
يُصِيْبُ       : Mendapatkan/mencapai
امرأة                  : Seorang wanita
Ø   Catatan Hadits Arbain 1 : Niat dan Ikhlas
·         Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berkata: Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu bagian dari ketiga unsur tersebut. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata," Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata," Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
·         Sebab dituturkannya hadits ini, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama: “Ummu Qais” bukan untuk meraih pahala berhijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).
Ø   Kandungan Hadits Arbain 1 : Niat dan Ikhlas
1. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan menghasilkankan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
2. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
3. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
4. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
5. Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
6. Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
7. Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.

Rasulullah SAW mengeluarkan hadis diatas (asbab al-wurud)-nya adalah untuk menjawab pertanyaan salah seorang sahabat berkenaan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW. Dari mekkah ke madinah, yang diikuti oleh sebagian besar sahabat. Dalam hijrah itu ada salah seorang laki-laki yang turut serta berhijrah. Akan tetapi, niatnya bukan untuk kepentingan perjuangan islam melainkan hendak  menikah dengan seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Wanita itu rupanya telah bertekad akan turut hijrah, sedangkan laki-laki tersebut pada mulanya memilih tinggal di Mekkah. Ummu Qais hanya bersedia dikawini ditempat tujuan hijrahnya Rasulullah SAW. yakni Madinah, sehingga laki-laki itupun ikut hijrah ke Madinah.
Ketika peristiwa itu ditanyakan kepada Rasulullah SAW, apakah hijrah dengan motif itu diterima (maqbul) atau tidak, Rasullah SAW menjawab secara umum seperti disebutkan pada hadis diatas.[2]
Dalam hadis ini Rasulullah SAW menegaskan secara khusus, bahwa tiap-tiap perbuatan bergantung kepada dorongan hati (kesengajaan) pelakunya. Kemudian beliau mengambil contoh berupa perbuatan (amal) hijrah.
Hijrah para sahabat dan Nabi SAW dari Mekkah ke Madinah adalah atas perintah Allah. Melakukan perintah Allah adalah ibadah. Tetapi kalau di dalam melakukan perintah Allah itu maksudnya atau kesengajaannya untuk mendapatkan keuntungan dunia atau materi, seperti istri, harta, pangkat, kemasyuran, pujian dan lain-lain, maka perbuatan tersebut tidak akan mendapat pahala dari Allah. Bahkan ia akan mendapatkan dosa, sebab Allah menyatakan bahwa tiap-tiap orang dalam melekukan perintahnya harus bersikap ikhlas, bersih dari pamrih keduniaan.[3]

C. Hikmah Yang Terkandung Dalam Masalah Niat
Niat merupakan unsur yang sangat menentukan dalam keabsahan suatu amal ibadah dan menentukan keabsahan suatu ibadah dan beberapa jenis muamalah. Menurut istilahnya ialah kehendak hati untuk melakukan perbuatan tertentu untuk mencari keridhaan Allah dan meleksanakan hukumnya. Yang dikatakan niat menurut para fuqaha ialah sesuatu kehendak untuk melaksanakan sesuatu perbuatan berbarengan dengan pelaksanaannya.
Yusuf Qardhawy menjelaskan dalam buku “Niat dan Ikhlas”, bahwa niat itu merupakan amal hati secara murni, bukan amal lidah, maka dari itu tidak pernan dikenal dari Rasulullah, dari sahabat dan orang-orang salaf yang mengikuti mereka tentang adanya niat dalam ibadah yang dilafadzkan.[4]
Disepakati bahwa tempat niat adalah dalam hati dan dilakukan pada permulaan melakukan perbuatan untuk tujuan amal kebajikan. Niat berperan penting dalam ajaran islam, khususnya perbuatan yang berdasarkan perintah syara, atau menurut sebagian ulama,dalam perbuatan yang mengandung harapan untuk mendapatkan pahala dari Allah. Niat akan menentukan nilai, kualitas serta hasilnya, yakni pahala yang akan diperolehnya.
Orang yang berhijrah dengan niat ingin mendapat keuntungan dunia atau ingin mengawini seorang wanita, ia tidak akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Sebaliknya kalau orang hijrah karena ingin mendapat ridha Allah maka ia akan mendapatkannya, bahkan keuntungan dunia pun akan diraihnya.
Agama islam mensyariatkan niat ada dua hikmah yang terkandung didalamnya:
1. Untuk membedakan perbuatan-perbuatan yang semata-mata berdasarkan kebiasaan dengan perbuatan-perbuatan ibadah.
2. Untuk membedakan martabat, nilai ibadah dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.

D. Arti Dan Makna Niat Dalam Setiap Pekerjaan (Amal)
Niat atau niyyat, seperti yang dikutip dalam bukunya teungku hasbi as shidieqy (mutiara hadis 1), menurut bahasa adalah tujuan hati dan kehendak hati. Menurut syara ialah bergeraknya hati kearah sesuatu pekerjaan untuk mencapai keridhaan allah dan untuk menyatakan tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.
Al baidhawy bwrkata: niat itu ialah bergeraknya hati untuk mengerjakan sesuatu yang dipandang baik, untuk sesuatu maksud, baik untuk menarik sesuatu manfaat ataupun untuk menolak sesuatu mudharat, dalam waktu yang cepat atau dalam waktu yan akan datang. Syara menentukan niat dengan iradat (kehendak hati) yang mengarah kepada pekerjaan untuk mencari keridhaan Allah dan untuk menuruti perintahnya.
Kebanyakan ulama mutaakhirin Syafi’iyah mengartikan niat syar’iyah (niat yang dipandang syara) dengan “menghendaki sesuatu, bersamaan dengan mengerjakannya”.[5]
Pengertian niat dalam ensiklopedi hukum islam secara semantis berarti maksud, keinginan kehendak, cita-cita, tekad dan menyengaja. Secara terminologis ulama fiqh mendifinisikan dengan “tekad hati untuk melakukan sesuatu perbuatan ibadah dalam rangka mendekatkan diri semata-mata kepada Allah.[6]

E. Mengaitkan Hadits Tersebut Dengan Keadaan Sekarang
Menurut pendapat kebanyakan ulama pensyarah hadis, hadis ini  member pengertian \bahwasanya niat itu, adalah syarat syah segala amal yang dimasud (maqashid). Dan mereka berselisih paham tentang mensyaratkan niat dalam urusan 9wasa-il. (yang menjadi jalan bagi muqashid atau orang yang bermaksud).
Al-Ghazaly menetapkan, bahwasanya niat pada sesuatu amalan, adalah syarat syahnya amal, niat yang diartikan menurut makna bahasa (qashad dan iradat).
Menurut Ash-shidieqy hadis tersebut memberi suatu pengertian yang tegas yaitu, segala amal bedasarkan motivasi dari seesorang, kalau motivasi karena Allah, maka dipahalai. Kalau penggeraknya bukan karena Allah tidak dipahalai dan mungkin diganjari dengan dosa.
Lebih lanjut ash-Shidieqy menjelaskan bahwa niat adalah ruh dan amal neracanya. Sesungguhnya tidaklah terjadi sesuatu amal ikhtisyari yang diqashadkan (yang disengajakan) melainkan dengan adanya niat. Maka yang diperoleh oleh seorang amil dari amalannya adalah apa yang mendorongnya untuk beramal, bukan lahiriah amalan.
Lafal niat dalam bahasa Arab digunakan untuk
·         Pertama, mebedakan antara suatu amal dengan amal yang lain, antara sesuatu ibadah dengan ibadah yang lain,
·         Kedua, membedakan antara niat seseorang dengan niat seseorang yang lain.
Al-imam Ibnu Katsir brkata, bahwa hadis nabi saw
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“sesungguhnya segala amal itu dengan niat”

 Yang memberi pengertian bahwa amal yang dipandang disisi Allah, hanyalah amal yang disertai niat, adalah karena tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari Allah, baik dibumi maupun dilangit. Dan bukanlah kenyataan (rupa) amal yang berharga di sisi-Nya. Allah menghargai amal seseorang menurut niat yang menggerakannya.[7]




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa Niat dalam khazanah ilmu fiqh adalah disebut pemicu ruh dan inti ibadah. Niat menjadi tolak ukur diterima tidaknya ibadah seorang hamba. Dalam islam, semua kerja (amal) memiliki nilai dan akan dicatat sebagai ibadah dihadapan Allah.
Niat itu ialah bergeraknya hati untuk engerjakan ssuaatu yang dipandang baik, untuk sesuattu maksud, baik untuk menarik sesuatu manfaat ataupun untuk menolak sesuatu mudharat, dalam waktu yang cepat atau dalam waktu yan akan datang. Syara menentukan niat dengan iradat (kehendak hati) yang mengarah kepada pekerjaan untuk mencari keridhaan Allah dan untuk menuruti perintahnya.
Disepakati bahwa tempat niat adalah dalam hati dan dilakukan pada permulaan melakukan perbuatan untuk tujuan amal kebajikan. Niat berperan penting dalam ajaran islam, khususnya perbuatan yang berdasarkan perintah syara, atau menurut sebagian ulama,dalam perbuatan yang mengandung harapan untuk mendapatkan pahala dari Allah. Niat akan menentukan nilai, kualitas serta hasilnya, yakni pahala yang akan diperolehnya.





B.  Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipahami oleh para pembaca tentang Masalah Niat. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dosen yang telah membimbing kami dan para mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami minta maaf yang sebesar-besarnya.
















DAFTAR PUSTAKA


Kuraedah, St. Hadis Tarbawi. 2008. Kendari: Istana Profesional.

Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shiddieqy. 2002. Mutiara Hadis 1. Semarang: Pustaka RIzky Putra.

Nawawi, Imam. 1992. Hadits Arbain Annawawiah. Bandung: Husaini bandung. (penerjemah Idrus Al-Kaft)

Syafe’I, Rachnat. 2000. Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

Thalib, M. Butir-Butir Pendidikan Dalam Hadis. Surabaya: Al-Ikhlas.














[1]     Imam Nawawi, Hadits Arbain Annawawiah, (Bandung: Husaini bandung, 1992), penerjemah Idrus Al-Kaft, hlm. 9-10
[2]  Rachnat Syafe’I, Al-Hadis,(Bandung:Pustaka Setia, 2000), hlm.55-56
[3] M. Thalib, Butir-Butir Pendidikan Dalam Hadis, (Surabaya: al-Ikhlas), hlm.9
[4]  Ibid,.
[5]   Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadis 1, (Semarang: Pustaka RIzky Putra, 2002), hlm.4
[6]   St. Kuraedah, Hadis Tarbawi, (Kendari: Istana Profesional, 2008), hlm.60
[7]  Ibid,. hlm.7